Minggu, 20 Desember 2015

Kata Hati

Aku seperti berada di peti mati. Semua yang kulihat gelap, pikiranku tak jelas, benakku seolah dicabik binatang buas, dan tenaga fisik yang ikut terkuras, lelah! Hari-hariku berlalu dengan membosankan, hidupku seolah hilang karena usang. Tak ada rintangan, tak ada tantangan, pun tak ada kedisiplinan. Tak tersisa tanpa kesan, tanpa harapan dan sebuah pesan. Hampa.

Demi hidup yang adalah karunia tak terhingga, terlalu berharga bila dilalui tanpa sarat makna. Kuputuskan untuk ber-manuver, untuk bekerja di salah satu kafe yang berada dekat dengan kediamanku saat ini. Walau tujuanku merantau adalah untuk mencari ilmu, namun setelah kupikir-pikir, tak ada salahnya mencari pengalaman lebih. Toh dari pengalaman ada ilmunya juga.

Di sana, aku banyak mendapat banyak pelatihan tentang masak-memasak. Mulai dari Tela Krezz, Fried Potato, Fried Onion Rings, Crispy Mushroom, Edamame, Pisang Bakar, Roti Bakar, Mie Susu, Bubur Hongkong, dan macam-macam kopi seperti Cappucino, Moccacino, Coffee Late, Coffee Milk Caramel, Coffee Milk, Vanila Chocho Hot Coffee, Frappuccino, dan tentu saja Kopi Tubruk atau Kotok.

Jikalau ada orang lain yang tiba-tiba mengejutkan dengan sederet pertanyaan seperti, “Katanya santri, tapi kok usaha? Bukankah santri itu kerjaannya cuma bisa ngaji? Bukankah tak layak bagi seorang santri mengejar kekayaan duniawi?” Ya, biar saja. Aku tak terlalu menghiraukan apa kata orang lain, dan aku punya argumen yang menurutku cukup kuat sebagai alasanku untuk tidak menghiraukan orang lain. Cobalah untuk lebih manusiawi, bahwa jika kau memiliki banyak keterampilan, niscaya di mana pun kau hidup akan terasa mudah. Juga untuk perihal kaya, cobalah untuk lebih manusiawi, bahwa kaya tak menjamin manusia bahagia, miskin juga belum tentu membuatnya terhina. Semua tergantung bagaimana cara menyikapinya. Namun satu hal yang mungkin bisa menjadi pertimbangan, bahwa jika kau kaya, setidaknya kau bisa berbuat lebih banyak bagi sesama.

Aku teringat petuah dari seorang bijak, KH Abdullah Syukri Zarkasyi, Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam Gontor, Ponorogo. Beliau mengatakan bahwa sejatinya kita sebagai manusia itu hendak mengikuti kata hati atau kata orang lain? Jikalau kita mengikuti apa kata hati, maka jangan pedulikan apa kata orang lain. Sebab ke mana pun kita pergi, ke mana pun kita bergerak akan selalu dikomentari orang lain.

Ya, memang seperti itulah adanya. Sebagaimana kisah Luqman al-Hakim dan anaknya. Kisah yang cukup terkenal karena mampu menggetarkan hati-hati yang sekeras batu. Luqman al-Hakim berkata kepada anaknya, “Wahai anakku kerjakanlah amal yang menjadikanmu shalih di dalam urusan agama dan duniamu, dan teruslah bekerja demi ke-maslahatan (kebaikan)-mu itu sampai engkau menuntaskannya. Jangan engkau hiraukan orang lain, jangan engkau dengar tanggapan-tanggapan mereka, dan maafkanlah mereka, karena memang tidak ada jalan yang dapat memuaskan mereka semua, dan pula tidak ada cara untuk menyatukan hati mereka.”

“Duhai anakku, coba ambillah seekor keledai dan lihatlah apa tanggapan orang-orang, niscaya mereka tidak senang dengan seorang pun selama-lamanya.” Putranya kemudian datang kepadanya sembari membawa  seekor keledai. Luqman menaiki keledai itu, dan memerintahkan putranya untuk menuntun. Tak lama kemudian, mereka melewati sekelompok orang. Tiba-tiba, orang-orang di situ mengecam Luqman seraya berkata, “Anak muda itu berjalan kaki, sementara yang tua malah naik di atas keledai. Sungguh, alangkah kejam dan kasarnya ia?!”

Luqman berkata kepada putranya, “Apa tanggapan orang-orang, duhai anakku?” putranya lalu mengabarkan tanggapan mereka kepada Luqman. Setelah itu, Luqman turun dari keledai, berganti sang putra yang menaiki dan Luqman yang menuntun hingga mereka melewati kerumunan orang-orang di tempat yang lain. Tidak beda dengan yang pertama, tiba-tiba mereka mencemooh putranya sembari mengatakan, “Anak muda itu naik diatas keledai sedang yang tua yang berjalan kaki. Oh, alangkah kejamnya anak muda itu, dan betapa kurang ajar ia?!”

Luqman lantas bertanya kepada putranya, “Duhai putraku, bagaimana tanggapan orang-orang?” Putranya lalu memberitahukan kepadanya tentang tanggapan orang-orang tersebut. Keduanya memutuskan untuk menaiki keledai itu bersama-sama sampai mereka lewat di tempat yang lainnya lagi. Orang-orang di tempat itu tiba-tiba mencerca keduanya seraya berkata, “Kedua orang itu sungguh sangat tega, berboncengan di atas seekor keledai, padahal mereka tidak sakit dan tidak juga lemah. Sungguh, alangkah kejamnya mereka berdua.?!”

Luqman bertanya kepada putranya lagi, “Bagaimana tanggapan mereka?” putranya lalu mengabarkan tentang tanggapan orang-orang itu kepadanya. Akhirnya, Luqman dan putranya turun dari keledai, lalu mereka berdua berjalan kaki bersama sembari menuntun keledai. Mereka melewati kerumunan orang-orang di tempat lainnya. Sama seperti sebelumnya, tiba-tiba mereka mengecam Luqman dan putranya seraya berkomentar, “Subhanallah, seekor keledai berjalan tanpa ditunggangi, padahal keledai kelihatan sehat dan kuat,sementara kedua orang yang meuntunnya itu malah berjalan kaki. Oh, alangkah baiknya jika salah seorang naik di atasnya?!”

Luqman bertanya kepada putranya, “Bagaimana tanggapan orang-orang itu?” sama seperti sebelumnya, putranya memberitahukan tanggapan mereka kepadanya. Kemudian Luqman mengulangi nasehatnya kepada putranya, Duhai anakku, bukankah telah aku katakan, kerjakan apa saja yang akan menjadikanmu shalih, dan janganlah menghiraukan tanggapan manusia. Sesungguhnya ini semua hanya karena aku inginmemberi pelajaran kepadamu.”

Kembali kepada petuah KH Abdullah Syukri Zarkasyi, bahwa jika kita terus-menerus mengikuti apa yang dikatakan orang lain, maka tidak bakal ada habisnya, hanya membuang-buang tenaga saja. “Kalian ini mau nuruti kata hati atau nuruti kata orang? Kalau nuruti kata hati, jangan pedulikan kata orang. Sebab orang itu kita bergerak kemanapun pasti dikomentari. Saya dulu buka UKK (Koperasi Guru) dan KUK (Toko Besi Pesantren) dan Toko Buku saja habis-habisan dikomentari, dibilang Kyai Bisnis, Kyai Mata Duitan, Kyai Matre, tapi saya jalan terus. Sekarang semua baru terbuka, pada ramai-ramai ikut-ikutan buka usaha. Saya tahu bahwa Pesantren ini butuh biaya, utamanya untuk kesejahteraan Guru. Tapi bagaimana biar ini tidak membebani santri, kesejahteraan Guru tidak boleh dimabilkan dari dana santri. Kenapa? Biar para santri tidak berkata, “Kamu kan sudah saya bayar!” Ini yang ingin saya hindari, maka saya buat unit-unit usaha yang saat ini mencapai 23 buah. Semua itu demi kesejahteraan guru. Maka jangan dengarkan kata orang jika ingin maju. Bagus atau jelek, jalani saja. Kalau jelek ya dievaluasi ditengah jalan. Sebab dengerin kata orang itu ndak ada habisnya. Bahkan kita tidak bergerak sekalipun, itu tetap akan dikomentari, ini orang masih hidup atau sudah mati, kok Cuma diam saja gerakannya. Maka dari itu, ikuti kata hatimu sebagaimana sabda Rasulullah, “Istafti Qalbak!” Jelas Pimpinan Pondok Pesantren Modern terbesar di Indonesia tersebut.

Namun, di satu sisi, bagaimanapun juga aku berusaha memahami suatu hal yang aku tahu menuju pemahaman yang paripurna, Tuhan lebih mengetahui apa yang kuketahui dan apa yang tidak kuketahui. Just do it, but think before do, and follow your heart. Because it will bring you to get the intuition, and intuition will bring you to get a great direction. Shalluu `ala Sayyidina Muhammad. []


Wahid Hasyim, 21 Desember 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar