Minggu, 08 Februari 2015

Hikmah Ibadah Haji IV (Thawaf)

Thawaf secara bahasa berarti berkeliling atau mengelilingi. Maksudnya ialah mengelilingi ka`bah, baik yang berkaitan dengan haji ataupun umrah. Thawaf dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu tawaf rukun, thawaf wajib dan thawaf sunnah. Allah telah berfirman dalam QS. al-Hajj ayat 29:

وَلْيًطَوَفُوْا بِلْبَيْتِ الْعَطِيْقِ

Artinya: “Hendaklah mereka thawaf disekeliling baitil `atiq (Ka`bah)”

Thawaf adalah mengelilingi Ka`bah baitullah dalam rangka ibadah haji, umrah atau thawaf sunnah sebagai pengganti sholat tahiyatul masjid dengan cara di mulai dan diakhiri dii Hajar Aswad dengan tujuh kali putaran dalam keadaan suci dari hadast besar dan hadast kecil seraya mengucapkan tasbih, tahmid, tahlil dan doa disetiap putaran. Pelaksanaan thawaf ini dilakukan dengan cara berlawanan dengan jarum jam yaitu pundak atau bahu kiri mengelilingi Ka`bah. Berputarnya selama tujuh putaran ini bagaikan kita diajak mengitari waktu. Tujuh putaran yang lilakukan sewaktu thawaf bsia diartikan dengan jumlah hari dimana setiap hari kita selalu diperintahkan untuk mengingat Allah akan kebesaran dan keagungannya dengan hiasan lisan yang senantiasa tiada berhenti untuk berdzikir dan berdo`a memohon ampunan dan berharap ridha-Nya. Sebagaimana Firman-Nya dalam QS. ‘Ali Imran ayat 191:

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىَ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Artinya:
“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.”

Mengelilingi ka`bah dengan cara berputar itu berarti bergerak sebagai tanda hidup. Hidup ini bergerak. Mulai dari kelahiran, pertumbuhan, perkembangan dan pada akhirnya kematian. Kesemuanya itu  menandakan kehidupan manusia yang selalu dinamis. Secara lahiriah pelaksanaan thawaf itu adalah mengelilingi Ka`bah yang terbuat dari batu-batu hitam, akan tetapi pada hakikatnya kita mengelilingi pemilik bangunan itu, Allah Rabbul `Alamin. Hati kita terpaut kepada pemilik-Nya.
Jika thawafnya para malaikat itu di baitul makmur, maka tawafnya manusia adalah di ka`bah yang sejajar dengan baitul makmur. Selagi masih banyak orang yang thawaf di muka bumi ini, maka kiamat tidak akan terjadi. Kiamat itu terjadi jika penduduk bumi sudah tidak melakukan thawaf mengelilingi Ka`bah maka langit akan runtuh menimpa bumi.

(Wallahu a’lam)



Hikmah Ibadah Haji III (Talbiyah)

لَبيْكَ اللَهُمَ لَبيْك  لَبيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبيْكَ اِن الْحَمْدَ وَنِعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكُ لَا شَرِيْكَ لَكَ

“Aku datang memenuhi panggilan-Mu Ya Allah, Aku datang memenuhi panggilan-Mu, Aku datang memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu”

Talbiyah adalah ucapan seorang hamba yang penuh keikhlasan untuk memenuhi panggilan Allah dalam rangka pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Ungkapan talbiyah diatas mengajarkan ke-Tauhidan, bahwa tidak ada tempat bergantung, tidak ada syarikat bagi Allah, Tuhan Semesta Alam. Orang yang bertauhid selalu dengan ikhlas memenuhi panggilan Allah. Jama`ah haji atau umrah yang mengumandangkan talbiyah  disaat ia berihram, akan melahirkan sikap tawadhu` merendahkan diri terhadap kebesaran Allah Swt.

Bacaan talbiyah sendiri mengandung empat inti kalimat sebagai berikut:

1.      Tauhid. Bacaan talbiyah yang menonjol adalah kalimat “Laa syariikalak” yang artinya “Tidak ada sekutu bagi-Mu”. Indikasinya adalah Allah menginginkan siapapun yang datang ke Tanah Suci hanya meng-Esakan-Nya yaitu Allahu Rabbul Alamin. Tidak boleh ada yang menyekutukan Allah dengan apapun termasuk yang beranggapan bahwa barang-barang atau benda yang dapat memberikan manfaat kepada manusia. Jika ia mengimani akan adanya kekuatan dari benda-benda itu, secara tidak langsung sudah keluar dari keinginan bertauhid atau dapat juga dikatakan musyrik.

2.      Syukur. Kalimat “Innal hamda” mengandung makna berterimakasih kepada Allah yang telah memberikan kenikmatan termasuk nikmat melaksanakan ibadah haji atau umrah. Allah menginginkan agar siapapun yang datang ketanah suci ingat bahwa yang memberikan kenikmatan berupa harta, tahta dan keturunan hanyalah Allah Swt. Oleh Karena itu, Allah mewajibkan kepada kita untuk selalu bersyukur atas kenikmatan yang telah diberikan-Nya.

3.      Sabar. Gelombang hati yang diinginkan Allah ketika manusia mendekat ke Baitullah Ka`bah al-Musyarrafah adalah kesabaran karena pelaksanaan ibadah haji yang disertai perbuatan rafast (perkataan yang menimbulkan birahi),  fusuk (melakukan perbuatan yang menjauhkan diri dari tauhid kepada Allah) dan jidal (berbantahan dan bermusuhan) adalah tanda atau akibat dari kufur nikmat yaitu bermaksiat dan bertengkar mengumbar emosi. Semakin ia sabar, maka semakin dicintai Allah dan diberikan jalan keluar dari segala masalah yang dihadapinya.

4.      Tawakal. Dari kalimat Wal Mulk yang artinya “Seluruh kerajaan atau kekuasaan” itu menandakan bahwa manusia memiliki ketergantungan terhadap Allah Swt. seringkali manusia lupa diri dengan kekuasaan atau jabatan dunia yang diembannya. Ia merasa sombong dan merasa dirinya lebih berkuasa dari orang lain. Ketika dihadapan Ka`bah, tidak ada alasan bagi siapapun untuk merasa dirinya berkuasa dari orang lain. Atribut keduniaan yang dimiliki, haruslah di tinggalkan sesuai dengan kalimat Talbiyah bahwa tidak ada kekuasaan  yang membuat kita tenang selain kekuasaan, kerajaan,serta keagungan Allah Swt.

(Wallahu a’lam)



Hikmah Ibadah Haji II (Ihram)


Ihram secara bahasa berasal dari kata (أحرم - يحرم - إحراماً) yang artinya adalah larangan, seakan-akan seorang yang sedang ihram dilarang dari beberapa hal. Menurut Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin, ihram adalah niat haji atau umrah. Yaitu ikatan hati untuk masuk dalam ibadah haji atau umrah. Dan bila seseorang telah masuk dalam ibadah haji atau umrah maka dia terlarang melakukan hal-hal yang dilarang bagi orang yang sedang ihram.

Dengan bahasa yang mudah dipahami, ihram adalah niat masuk ke dalam ibadah haji atau umrah.[1] Lebih detailnya, ihram adalah niat memasuki ibadah haji atau umrah sebagai pemenuhan atas panggilan Allah Swt. dengan penuh iman dan keyakinan.

Bagi seseorang yang berihram, tentu kampung halaman dan rumah yang mewah ia tinggalkan, ia lepaskan pakaian kebesarannya, ia tinggalkan jabatan, pekerjaan yang penuh kesibukan, perniagaan yang menguntungkan, dilepaskannya titel, atribut kebangsawanannya, ia pasrahkan pada Allah, rela dan sabar dalam menghadapi segala kesulitan menuju rumah Allah yang berupa tumpukan batu persegi, tidak ada keistimewaannya di rumah itu, itulah Ka`bah baitullah yang merupakan arah qiblat bagi setiap mu`min dalam melaksanakan sholat sebagai wajib `ain baginya. (Wallahu a’lam)




[1] lihat kitab Manasik Al Hajj wa al Umrah, karya Syeikh Dr. Sa’id bin Wahf al-Qahthani

Hikmah Ibadah Haji I (Pakaian Ihram)


Pakaian ihram adalah pakaian yang digunakan bagi para jamaah haji. Teruntuk jamaah laki-laki, pakaian ihramnya menggunakan dua helai kain. Sedangkan untuk perempuan menggunakan pakaian yang menutup aurat kecuali muka dan telapak tangan. Pakaian ihram bermaksud untuk menghilangkan sifat buruk dalam diri seseorang. Seperti sombong, takabur, pamer dan bangga tehadap pakaian yang dikenakannya. Kemewaham pakaian dapat menimbulkan sikap hidup sombong dan arogansi bagi pemakainya yang pada akhirnya menjauhkan diri dari orang lain yang tidak setara dengannya. Iblis di usir oleh Allah karna kesombongannya, begitu juga dengan Fira`un dan Namrud.

Pakaian yang mahal jika hanya diselendangkan ketubuhnya tidak mengandung keindahan dan kemewahan. Akan tetapi jika sudah dijahit menjadi baju, jas, dan lain sebagainya, ia akan memiliki nilai  estetika. Lebih jauh tujuan pakaian ihram ini adalah menumbuhkan rasa rendah diri seseorang di hadapan Allah Swt, karena Sang Maha Pencipta memandang seseorang bukan karena pakaian, pangkatnya atau kedudukannya, tetapi Sang Maha Pencipta memandang seseorang itu karena taqwanya. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Hujurat ayat 13

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya:
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Pakaian ihram juga mengingatkan pemakainya bahwa ia lahir di atas dunia tanpa sehelai benangpun, tidak memiliki kekuatan dan daya. begitu juga ketika ia meninggal dunia maka pakaian yang melekat di badan hanya pakaian putih yang tidak berjahit sebagai pembungkus badannya. Penggunaan pakaian ihram bagi jamaah haji dan umrah adalah ketentuan yang harus di laksanakan bagi duta-duta Allah.  juga mengandung pendidikan rohani yaitu Allah hanya melihat iman, amal dan taqwa seseorang tanpa memandang status atau identitas sosial. (Wallahu a’lam)