Jumat, 15 Januari 2016

Catatan Mahasiswa Semester Rapuh

Semangat juang tiada berpantang, membara
Berangkat pergi kepanasan, pulang kehujanan
Tak lekang kena panas, tak luntur kena hujan
Namun hasilnya, tak sesuai yang diharapkan

(Ditulis dalam keadaan mencoba berputus asa,
karena selalu gagal di akhir, di penghujung cerita.)

Lampung, 15 Januari 2016

Bara Api

Di luar udara begitu dingin
tapi entah kenapa hatiku begitu panas
terbakar oleh luapan bara api semangat
menggebu-gebu, dan entah untuk apa
tak bisa dikontrol, tak bisa dimanipulasi
hendak berlari, mengelilingi tanah bumi
dan berbakti kepada ibu pertiwi

Lampung, 14 Januari 2016

Senja

Cahaya merah-jingga memukau mata,
Keindahanmu meniadakan nestapa

Lampung, 13 Januari 2016

Hujan

Tetes-tetes air jatuh
Tenangkan hati gundah, teduh!

Lampung, 12 Januari 2016

Kebesaran Tuhan

Bersama gitar, kolam renang
dan rerumputan jalang di belakang rumah
Kunikmati segarnya udara pagi
dengan hati berseri dan muhasabatun nafsi

"Maka nikmat-Ku mana lagi yang kau dustakan?"

Lampung, 11 Januari 2016

Tentang Keluarga

Tiada bahagia yang lebih istimewa
selain kebahagiaan bertemu dengan keluarga
Tiada rasa yang lebih menyejukkan jiwa
selain perasaan sayang dari orang yang dicinta

"Selamat malam, tanah kehidupanku!"

Lampung, 10 Januari 2016

Jejak Langkah

Sebelum bus berangkat pergi
kunikmati malam selagi belum pagi,
tetap berjalan selagi kaki ini mampu melangkah,
mengelilingi sudut kota selagi waktu mengizinkan
berusaha sekuat tenaga selagi jantung berdetak

Selamat sore wahai para pencari,
kau tidak akan bisa mencapai sesuatu
tanpa adanya teman di sampingmu!

Yogyakarta, 09 Januari 2016

Jumat, 08 Januari 2016

Nasehat Simple

Sebelum berangkat pergi keluar Jawa menuju Sumatera alias pulang, setelah menikmati senja yang mulai tua di tengah-tengah sawah, bersama semilir angin dan rintik hujan, rokok-rokok Djarum Super dan kicauan-kicauan burung gereja, disusl dengan mencari udara segar saat pagi menyambut matahari dengan raut tatap penuh binar, dapet nasehat dari Syaikh Muhammad Yusup (salah satu dosen yang darinya tetap kujaga ta`dibu fi halil ghaib).

Syaikh Yusup berkata kepadaku; "Sudah semester sepuh kok masih setia ngampus. Kapan lulusnya? Sibuk apa sekarang?"

Aku menjawab; "Biasa Syaikh, sibuk menata hati hingga tertata sedemikian rapi. Merekatkan pecahan-pecahan emosi dan menjadikannya rumah kebahagiaan sejati."

Syaikh Yusup kembali berkata; "Owalah, galau akut itu (padahal galau yang biasa aja aku sama sekali tak merasa, apalagi yang akut, tapi ya biar saja)." Syaikh Yusup kemudian menyodorkan sebuah kitab (buku) dan melanjutkan perkataannya; "Ini ada obatnya, iqra` (bacalah)!"

Karena Syaikh Yusup memberi perintah membaca menggunakan bahasa Arab, maka aku anggap beliau mulai mengajak ber-muhadatsah (saresehan dalam bahasa Arab). Aku berkata: "Ma aqra` Syaikh (apa yang harus kubaca Syaikh)? Ayyu kitabin hadza (kitab tentang apa ini)? Man mu`allifuhu (siapa pengarangnya)?"

Syaikh Yusup mengerti bahwa aku pun hendak ber-muhadatsah bersamanya. Katanya; "Iqra` hadzal kitab (bacalah kitab ini)! Hadzal kitabul hadits li Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani (ini kitab hadits karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani)."

Aku pun mulai membacanya, ada tiga hadits yang kubaca. Pertama (menurutku) tentang cinta kasih dan welas asih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam karyanya yang berjudul "Adabul Mufrad", Abu Daud, at-Tirmidzi dan yang lainnya (semuanya dari Sufyan bin Uyainah atau Ibnu Uyainah); "Berbelas kasihlah kamu kepada semua makhluk yang ada di bumi dan yang ada di langit."

ارْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ و مَنْ فِي السَّمَاءِ

Kedua (menurutku) tentang bagaimana menjadi pribadi yang berprinsip teguh dan berhati air yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (dari Abu Hurairah); "Rasa malu adalah bagian dari Iman, dan Iman berada dalam Surga, dan sikap terang-terangan (dalam perbuatan maksiat dan tidak memiliki rasa malu) adalah keburukan, dan keburukan berada di Neraka.”

الْحَيَاءُ مِنَ الإِيمَانِ وَالإِيمَانُ فِي الْجَنَّةِ , وَالْبَذَاءُ مِنَ الْجَفَاءِ وَالْجَفَاءُ فِي النَّارِ

Terakhir (menurutku) tentang bagaimana jika seseorang kehilangan arah dalam hidupnya yang diriwayatkan oleh Abu Daud (dari Samrah bin Jundub); "Hadirkanlah dzikir dan mendekatlah kepada imam, karena seseorang yang terus menjauh (dari imam), sehingga dia akan diakhirkan (masuk) ke dalam surga meskipun ia (akan) memasukinya."

احضروا الذكر ، وادنوا من الإمام ; فإن الرجل لا يزال يتباعد حتى يؤخر في الجنة وإن دخلها

"Gimana, baca kayak ginian adem to? Belinya (kitab) cuma sekali, tapi manfaatnya bisa berkali-kali. Ya udah, sekarang tulis. Hadzal qashir jiddan (ini pendek banget)! Semoga bermanfaat. Wallahu a`lam." Syaikh Yusup menyudahi saresehan, dan mengindikasikanku untuk menulis apa yang tadi dibaca.

Nasehat yang simple, tapi aku bahagia mendengarkannya. Nah, untuk kalian anak bimbingan akademiknya, Pembimbing Akademik kalian satu ini bulak-balik cerita tentang kalian kepadaku lho alias aku ngerti problem-promblem akademik kalian. Haha ... Zamakhsyari Utsman​, Usep Sasmita​, Akhmad Muzakki​, Lukman Al Hakim​, dan Andidiet Sii Pettir Berdarah​.

(Ujian rampung, langsung siap-siap ngo-te-we Lampung. Sampai jumpa di waktu yang akan datang wahai kota istimewa, dan sampai bertemu di Bab laku, wahai scriptshit. Haha ...)

Yogyakarta, 09 Januari 2016

Embun

Bulir-bulir embun menetes
berjatuhan dari dedaunan, dari pepohonan
menuju pijakan bumi, tanah-tanah usang
bergabung menjadi satu, menyerap dalam
setelah itu mengalir menuju muara samudera
terbawa angin yang hinggap sementara
menjadi kumpulan awan, terbang di udara
menjadi hitam, berevolusi menjadi rintikan hujan
sirami hati-hati gersang, penuh dengan rahmat
memberikan cahaya pengharapan
kepada para pejuang kemanusiaan
yang senantiasa berjuang demi orang lain
tanpa lupa berusaha, berdo`a
dan bersyukur kepada-Nya

Yogyakarta, 09 Januari 2016

Cerita di Suatu Pagi

Pergi ke warung, pesan teh tarik
lalu gendang-gendangan ditabuh
senar-senar gitar dipetik dan digenjreng
kata demi kata keluar dari rongga mulut
menjadi puisi yang diberi intonasi nada
bernyanyi, dan kehidupan pun berjalan
sebagaimana mestinya, indah, bahagia!

Yogyakarta, 08 Januari 2016

Kamis, 07 Januari 2016

Negeri di Ujung Tanduk

Aku melihat realita duka saudara satu bangsaku
Tak mampu menembus tembok tebal lagi tinggi
para eksekutif negeri yang lupa status jabatannya
bahwa mereka sejatinya adalah pembantu negeri ini
Aku melihat gambar tentang kakak-adik sengsara
Seorang kakak yang membiarkan adiknya tertidur
di atas perutnya yang lapar, pulas tak ada tenaga

"Tidurlah Dik, agar tak terasa lagi rasa laparmu!
Lupakanlah hari kemerdekaan esok! Lupakanlah!
Karena pada kenyataannya kita tak pernah merdeka!
Tidurlah Dik, dan sunggingkanlah senyum di bibirmu!
Akan kubelai kau dengan tanganku yang suci dari dosa
minta-minta dan menjarah hak orang lain secara paksa...

Tidurlah Dik, biarkanlah mereka menghabiskan jutaan
bahkan miliyaran hingga triliyunan uang yang dibutuhkan
hanya untuk sekedar membakar petasan kembang api
dalam rangka memperingati tahun baru - hari kemerdekaan
dan hari-hari yang mereka anggap penting lainnya
yang entah mereka persembahkan untuk siapa?
Sedang mereka melupakan rakyat-rakyat jelata seperti kita
yang semakin hari semakin bingung hidup di negeri sendiri
menyaksikan secara langsung negeri di ujung tanduk,
di mana rakyatnya seperti gelandangan di kampung sendiri..."

Yogyakarta, 07 Januari 2016

Rabu, 06 Januari 2016

Lelah

Tak tahu kenapa, semua terasa hampa
Tanpa gairah dan perasaan serba salah
Semua yang terlintas berlalu begitu saja
Waktu pun terus berlalu secara lamban

Tugas kampus dibiarkan menumpuk
Laptop menggoda dengan rayu;
"Pakailah aku, kerjakanlah tugasmu!"
Kudekati, kuambil, dan kutaru kembali

Rasa malas senantiasa dipupuk
Jejeran buku menggoda dengan rayu;
"Ambilah aku, bacalah satu per satu!"
Kudekati, kuambil, dan kutaru kembali

Berat kantuk terasa begitu menggelutuk
Lembaran binder menggoda dengan rayu;
"Pakai aku, tulislah puisi-puisimu!"
Kudekati, kuambil dan kutaru lembali

"Oh Tuhan, ada apa ini? Tolonglah hamba!"

Yogyakarta, 06 Januari 2016

Orang Baik

Matahari bersinar cerah. Hawa panas terasa sampai di ubun-ubun. Keringat kuyup membasahi seluruh badan. Panas. Panas sekali. Aku butuh tempat berteduh, dan kumenemukan rumah Tuhan, karena rumah Tuhan selalu terbuka bagi para hambanya yang mencari ketenangan hati, atau sekedar berteduh dari panasnya sengatan matahari.

Kuhendak berwudlu, pergi ke kamar mandi, memulainya dengan membasuh kedua tanganku sampai siku-siku dan mengakhirinya dengan membasuh kedua telapak hingga mata kakiku. Lalu kulangkahkan kaki untuk keluar dari kamar mandi. Kuberdiri, menghadap kiblat. Kulaksanakan ritual do`a lima waktu.

Di luar panas tetap menyengat, dan perutku terasa begitu lapar menggelegat. Kuputuskan untuk menerabasnya, melangkahkan kaki untuk menyusuri jalan-jalan panas demi mencari sesuap nasi.
Entah kenapa kakiku melangkahkan kaki ke Kantin begitu saja. Mungkin karena hawa udaranya yang meneduhkan. Hawa panas cukup netral di sini. Kumenuju Kasir, hendak memesan lotek. Kurogoh saku kantongku. Kurang. Kucari-cari. Tak ada. Ternyata keunganku tak cukup untuk membeli seporsi lotek.

"Ada uangnya Le?" Suara itu tiba-tiba saja membuncah keluar dari Sang Ibu Kantin. Aku mendengar pertanyaannya dengan seksama.

"Ada kok Bu. Ini cukup untuk beli gorengan." Aku menjawab sekenaku, mencoba mengelak dari pertanyaan Sang Ibu Kantin

"Katanya tadi mau pesen lotek. Kalau kurang tak apa. Kalau hendak makan ya makan aja. Ibu yang bayar Le (lagian gak tiap hari ini)." Sang Ibu Kantin langsung mengejutkanku dengan pernyataan yang tak bisa kubantah.

"Ngerepotin Njenengan ah Bu." Aku mengelak.

"Tak ada kata repot Le! Anggep aja Ibu ini adalah Ibu kamu sendiri. Katanya kan begitu. Kamu menganggap Ibu sebagai Ibu-mu sendiri, dan Ibu pun seperti itu. Kamu Ibu anggep sebagai anak Ibu sendiri." Sang Ibu Kantin kembali mengejutkanku dengan pernyataan yang tak bisa kubantah.

"Nggeh Bu. Matur nuwun sanget. Semoga Tuhan senantiasa menjadikan hati njenengan terang karena lapang, dapat bermanfaat untuk khayalak sekitar, dan mugi rejekinya lancar." Aku menghaturkan terimakasih dan menguntaikan do`a - do`a kepada Sang Ibu Kantin.

"Amin. Terimakasih Le! Kamu ya semoga sukses!" Sang Ibu Kantin mengamini untaian-untaian do`aku, dan balik mendo`akanku.

"Amin yaa rabb." Aku menjawab ringkas.

Hening sebentar, dan keheningan itu kembali pecah dengan pertanyaan yang sekaligus pernyataan Sang Ibu Kantin yang lagi-lagi tak bisa kubantah. "Tapi ngomong-ngomong, kamu ini mau ujian apa mau ngaji Le? Kok ke kampus pakai sarung?"

Aku tersenyum. "Biasalah Bu, namanya juga laki-laki idaman para wanita, harus nyentriklah!" Jawabku kepada Sang Ibu Kantin dan langsung nyelonong pergi.

Selesai. Tapi `ibrah dan natijah belum selesai. Pelajaran dan kebijaksanaan hidup yang dapat diambil adalah; "Jangan pernah merasa sendiri, apalagi takut untuk tidak dapat makan suatu waktu nanti. Percayalah, di luar sana masih banyak orang baik, dan bagaimanapun kondisi-situasinya, kita harus tetap menebarkan cinta kasih dan welas asih. Tanpa pandang agama, suku, ras dan beragam alasan lainnya."

Ditulis dalam keadaan kenyang penuh berkah. "Alhamdulillah `ala kulli ni`amin yaa Rabb!"


Pojok Kantin F. Dakwah UIN Su-Ka, 06 Januari 2016

Senin, 04 Januari 2016

Serbuk Cinta yang Beracun

Diracik dari kesendirian dan kesunyian
dari suatu tempat yang berada di kejauhan
tuntutan tanggung jawab yang tak dapat dielakkan
dari hilangnya kesempatan melihat simpul senyum
seseorang yang begitu amat sangat dicintai
dari pelukan lepas dan tak mau bergerak bebas
rasa nyaman yang hinggap tak mau pergi
dari ruang-ruang kosong diantara jari jemari
tangan mungil halus yang menenangkan hati
dari sebuah surat yang terlambat dibalas
gundah menjawab yang takut mengecewakan
dari percakapan yang tak ingin berakhir
keinginan untuk lepas dari ruang dan waktu
dan dari apa pun yang dapat menjadikan diri nestapa

Racun apakah itu? Itu adalah racun rindu
diciptakan sendiri dan diminum sendiri, ironi
menjadikan pikiran berontak, meronta-ronta
menderita tak dapat bertemu sosok yang dicinta
membuat dada menjadi lemah dan mata berarir

Oh, sungguh memilukan!

Yogyakarta, 04 Januari 2016

Harmonis

Di luar udara masih segar
sapu jagad sudah memulai aktifitasnya
bermodalkan sapu lidi, serok dan tempat sampah
mereka menyapu jalanan, trotoar dan rerumputan
harmonis sekali, bahkan sangat sangat harmonis
keharmonisan yang tanpa mengenal kata ironis
menimbulkan istilah murakkab "sejuk dalam hati"
rasanya damai, indah dan sejahtera!


Yogyakarta, 04 Januari 2016

Status Tak Karuan

Bibirku kelu, benakku seperti hendak pecah bila dilempar sesuatu, atau hendak benjol bila dipentung palu, tatkala sederet pertanyaan dan pernyataan datang kepadaku. Tentang status, dan dengan percaya dirinya kukatakan bahwa aku masih sendiri. Namun, entah kenapa tak sedikit orang yang menghawatirkan kesendirianku (jika itu adalah bentuk kepedulian kepadaku, okay, never mind dan aku harus berterimakasih untuk itu).

Ada yang berkata; "Kau itu terlalu idealis!" Ada juga yang berkata; "Carilah, inget umur, awas keburu tua!" Pun ada yang berkata; "Kau itu merendah untuk mencinta, meninggikan diri untuk bermain dengan logika."

Perkataan-perkataan di atas tak semuanya benar, kendati tak sepenuhnya salah. Alasan logis mengapa aku lebih memilih jalan yang paling sunyi (diam) dalam mencintai seseorang adalah karena aku tak mau terburu-buru dalam merajut asa, yang siapa tahu seiring berjalannya waktu justeru ia sirna begitu saja. Simple.

Meski begitu, bukan berarti aku sama sekali tak mencari. Bukan. Justeru aku selalu memasang semua inderaku untuk memindai bibit-bibit unggul yang berada di dekatku, sembari aku belajar untuk membenci, atau meniru para sufi dengan hati berseri, atau bahkan seperti kupu-kupu yang tak punya waktu untuk merusak taman bunga.

Walau dalam prosesnya seringkali sembilu menyerangku, menyayat dan menggerogoti ulu hatiku ketika aku tahu bahwa bibit-bibit unggul yang berada di dekatku sedang dirudung pilu, tak apa, aku yakin aku yang sekarang lebih kuat, dan semoga Tuhan menjaga bibit-bibit unggul itu. Dan bila ada kesempatan dan diperkenankan untuk memilih, tanpa ragu aku akan memilih perempuan seperti Nico Robin dalam dunia One Piece. Ia pribadi yang cerdas, pintar, ulet, rajin membaca, supel dan tentu saja cantik.

Tapi entahlah. Aku memang tak bisa apa-apa. Satu-satunya keahlianku adalah menulis status tak karuan (seperti ini). []

Yogyakarta, 03 Januari 2016


Minggu, 03 Januari 2016

Tanya Seekor Burung

Pagi yang indah dan senyum yang merekah
Matahari perlahan terbit dari timur, cerah!
Namun tidak bagiku dan kehidupanku
tatkala kubuka mata dan disambut ria
dengan secangkir kopi yang masih sama pahit
yang bagaimanapun juga tetap saja kunikmati
bersama nyaringnya kicauan-kicauan burung
yang sepertinya semakin lama semakin bingung
melihat tuannya masih sendiri dan tak berpikir
untuk beranjak pergi dan pindah ke lain hati


"Apakah kau akan tetap seperti itu (sendiri)
hingga Izrail memotong urat nadimu tuanku?"

Yogyakarta, 03 Januari 2014

Kepad Bapak Pendidikan Nasional

Ki Hajar Dewantara (Raden Mas Suwardi Suryaningrat)

Bapak adalah pribadi yang kuat memegang prinsip,
berwawasan luas, bermental teguh, berpikir cepat, 
dan sosok yang berbudi pekerti luhur

Bapak begitu peduli terhadap pendidikan
karena menurut Bapak, kemajuan suatu bangsa,
terletak pada pendidikan dan para generasinya
"Belajar seumur hidup, belajar dari kehidupan!"

Bapak bersemboyan yang menurutku begitu mulia;
"Ing ngarsa sung tuladha (Di depan memberi teladan)
Ing madya mangun karsa (Di tengah membuat kehendak)
Tut wuri handayani (Di belakang menggerakkan)"

Namun sangat disayangkan Bapak, kini berubah
semboyan Bapak yang mulia itu kini diutak-atik,
dibuat plesetan yang merupakan sebuah fakta
akan sebegitu menyedihkannya bangsa kelas tiga;
"Ing ngarsa ngangsu bandha (Di depan mencari harta)
Ing madya mangan kanca (Di tengah makan kawan)
Tut wuri nggolek rai (Di belakang mencari muka)"

Seperti itukah takdir bangsa ini Bapak?
Bangsa kelas tiga, yang tak sungkan mencaci dan memaki
yang tak tahu berterimakasih, yang tak tahu berbalas budi, 
yang begitu taat pada ego diri dan kesombongan pribadi

Maafkanlah kelalaian-kelalaian kami Bapak
Tolonglah kami untuk memintakan ampunan
kepada Tuhan yang sudah Bapak temui di alam sana
atas segala dosa - keserakahan yang telah kami buat
Dan doakanlah negeri ini, semoga baik-baik saja

Yogyakarta, 02 Januari 2016

Kosong

Terompet-terompet berbunyi
Melodi petikan gitar menyayat hati
Terus berulang, hingga tahun pun berganti
Kembang-kembang api dibakar habis,
langit malam pun berubah warna-warni
Kata mereka; "Indah dan mengagumkan!"
Kataku; "Biasa dan tak tersisa tanpa kesan!"
Tak ada bedanya, tetap saja sama
Hilang, hanyut dalam lautan kebohongan


Yogyakarta, 01 Januari 2016