Bibirku kelu, benakku seperti hendak pecah bila dilempar sesuatu, atau hendak benjol bila dipentung palu, tatkala sederet pertanyaan dan pernyataan datang kepadaku. Tentang status, dan dengan percaya dirinya kukatakan bahwa aku masih sendiri. Namun, entah kenapa tak sedikit orang yang menghawatirkan kesendirianku (jika itu adalah bentuk kepedulian kepadaku, okay, never mind dan aku harus berterimakasih untuk itu).
Ada yang berkata; "Kau itu terlalu idealis!" Ada juga yang berkata; "Carilah, inget umur, awas keburu tua!" Pun ada yang berkata; "Kau itu merendah untuk mencinta, meninggikan diri untuk bermain dengan logika."
Perkataan-perkataan di atas tak semuanya benar, kendati tak sepenuhnya salah. Alasan logis mengapa aku lebih memilih jalan yang paling sunyi (diam) dalam mencintai seseorang adalah karena aku tak mau terburu-buru dalam merajut asa, yang siapa tahu seiring berjalannya waktu justeru ia sirna begitu saja. Simple.
Meski begitu, bukan berarti aku sama sekali tak mencari. Bukan. Justeru aku selalu memasang semua inderaku untuk memindai bibit-bibit unggul yang berada di dekatku, sembari aku belajar untuk membenci, atau meniru para sufi dengan hati berseri, atau bahkan seperti kupu-kupu yang tak punya waktu untuk merusak taman bunga.
Walau dalam prosesnya seringkali sembilu menyerangku, menyayat dan menggerogoti ulu hatiku ketika aku tahu bahwa bibit-bibit unggul yang berada di dekatku sedang dirudung pilu, tak apa, aku yakin aku yang sekarang lebih kuat, dan semoga Tuhan menjaga bibit-bibit unggul itu. Dan bila ada kesempatan dan diperkenankan untuk memilih, tanpa ragu aku akan memilih perempuan seperti Nico Robin dalam dunia One Piece. Ia pribadi yang cerdas, pintar, ulet, rajin membaca, supel dan tentu saja cantik.
Tapi entahlah. Aku memang tak bisa apa-apa. Satu-satunya keahlianku adalah menulis status tak karuan (seperti ini). []
Yogyakarta, 03 Januari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar