Rabu, 06 Januari 2016

Orang Baik

Matahari bersinar cerah. Hawa panas terasa sampai di ubun-ubun. Keringat kuyup membasahi seluruh badan. Panas. Panas sekali. Aku butuh tempat berteduh, dan kumenemukan rumah Tuhan, karena rumah Tuhan selalu terbuka bagi para hambanya yang mencari ketenangan hati, atau sekedar berteduh dari panasnya sengatan matahari.

Kuhendak berwudlu, pergi ke kamar mandi, memulainya dengan membasuh kedua tanganku sampai siku-siku dan mengakhirinya dengan membasuh kedua telapak hingga mata kakiku. Lalu kulangkahkan kaki untuk keluar dari kamar mandi. Kuberdiri, menghadap kiblat. Kulaksanakan ritual do`a lima waktu.

Di luar panas tetap menyengat, dan perutku terasa begitu lapar menggelegat. Kuputuskan untuk menerabasnya, melangkahkan kaki untuk menyusuri jalan-jalan panas demi mencari sesuap nasi.
Entah kenapa kakiku melangkahkan kaki ke Kantin begitu saja. Mungkin karena hawa udaranya yang meneduhkan. Hawa panas cukup netral di sini. Kumenuju Kasir, hendak memesan lotek. Kurogoh saku kantongku. Kurang. Kucari-cari. Tak ada. Ternyata keunganku tak cukup untuk membeli seporsi lotek.

"Ada uangnya Le?" Suara itu tiba-tiba saja membuncah keluar dari Sang Ibu Kantin. Aku mendengar pertanyaannya dengan seksama.

"Ada kok Bu. Ini cukup untuk beli gorengan." Aku menjawab sekenaku, mencoba mengelak dari pertanyaan Sang Ibu Kantin

"Katanya tadi mau pesen lotek. Kalau kurang tak apa. Kalau hendak makan ya makan aja. Ibu yang bayar Le (lagian gak tiap hari ini)." Sang Ibu Kantin langsung mengejutkanku dengan pernyataan yang tak bisa kubantah.

"Ngerepotin Njenengan ah Bu." Aku mengelak.

"Tak ada kata repot Le! Anggep aja Ibu ini adalah Ibu kamu sendiri. Katanya kan begitu. Kamu menganggap Ibu sebagai Ibu-mu sendiri, dan Ibu pun seperti itu. Kamu Ibu anggep sebagai anak Ibu sendiri." Sang Ibu Kantin kembali mengejutkanku dengan pernyataan yang tak bisa kubantah.

"Nggeh Bu. Matur nuwun sanget. Semoga Tuhan senantiasa menjadikan hati njenengan terang karena lapang, dapat bermanfaat untuk khayalak sekitar, dan mugi rejekinya lancar." Aku menghaturkan terimakasih dan menguntaikan do`a - do`a kepada Sang Ibu Kantin.

"Amin. Terimakasih Le! Kamu ya semoga sukses!" Sang Ibu Kantin mengamini untaian-untaian do`aku, dan balik mendo`akanku.

"Amin yaa rabb." Aku menjawab ringkas.

Hening sebentar, dan keheningan itu kembali pecah dengan pertanyaan yang sekaligus pernyataan Sang Ibu Kantin yang lagi-lagi tak bisa kubantah. "Tapi ngomong-ngomong, kamu ini mau ujian apa mau ngaji Le? Kok ke kampus pakai sarung?"

Aku tersenyum. "Biasalah Bu, namanya juga laki-laki idaman para wanita, harus nyentriklah!" Jawabku kepada Sang Ibu Kantin dan langsung nyelonong pergi.

Selesai. Tapi `ibrah dan natijah belum selesai. Pelajaran dan kebijaksanaan hidup yang dapat diambil adalah; "Jangan pernah merasa sendiri, apalagi takut untuk tidak dapat makan suatu waktu nanti. Percayalah, di luar sana masih banyak orang baik, dan bagaimanapun kondisi-situasinya, kita harus tetap menebarkan cinta kasih dan welas asih. Tanpa pandang agama, suku, ras dan beragam alasan lainnya."

Ditulis dalam keadaan kenyang penuh berkah. "Alhamdulillah `ala kulli ni`amin yaa Rabb!"


Pojok Kantin F. Dakwah UIN Su-Ka, 06 Januari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar