Kamis, 11 Desember 2014

Hermeneutika ala Santri

Belajar sebuah disiplin ilmu via nazham-an merupakan salah satu ciri khas tradisi pendidikan pesantren. Sebagian nazham dihafal dan sebagian yang dipelajari saja tanpa dihafal. sebut saja nazham Alfiah Ibnu Malik dan al-‘Umrithy dalam ilmu nahwu, Nazham al-Maqshud untuk ilmu sharaf, Sullam al-Munauraq untuk ilmu mantiq, al-Jauhar al-Maknun dalam ilmu balaghoh dan yang lain.
Akan tetapi, nazham-nazham dalam ilmu nahwu adalah yang paling masyhur di kalangan santri. Dan sering kali nazham-nazham tersebut digunakan sebagai “syahid” dalam konteks yang berbeda, alias di luar ilmu nahwu, seperti yang digunakan untuk syahid dalam pendidikan, tasawwuf, politik, cinta. Di mana terjadi asimilasi antar horison santri dan horison nazham, yang melahirkan penafsiran/pemaknaan baru terhadap nazham nahwu untuk konteks ilmu lain.
Jadi tujuan dari belajar hermeneutik tidak lain dan tidak bukan adalah untuk meneguhkan jiwa seorang insan sembari memberi tumpuan dan jalan terang pelbagai aspek kehidupan. Berikut beberapa contoh dari hermeneutika ala santri:

      واعربوا مضارعا ان عريا # من نون توكيد مباشر ومن # نون اناث كيرعن من فتن

Konteks sosial atau cinta: laki-laki itu sepeti fi’il mudhari’, selalu mu’rab (berubah I’rabnya) dan main ke mana-mana, tapi kalau sudah (kemasukan nun inats) terkena perempuan (dalam pengertian sudah menikah), maka dia akan berubah, tidak bisa main-main lagi.

فما لذي غيبة أو حضور # كأنت وهو سم بالضمير

Konteks tasawwuf: orang yang hidup mata hatinya (dhamir) adalah orang yang berilakunya baik di mana saja dia berada (berada sendirian atau di tengah orang-orang).

و في لدني لدني قل وفي

Konteks pendidikan: santri harus rajin belajar, jangan harap jadi pinter tanpa belajar, karena ilmu ladunni (jika itu ada) adalah sedikit / jarang.

للرفع و النصب وجر نا صلح # كاعرف بنا فاننا نلنا المنح

Kontek politik: pemimpin yang sukses adalah (seperti dhamir na) yang bekerja demi kebaikan rakyatnya tanpa ada pembedaan antar kalangan atas, biasa, maupun bawah (marfu’, manshub, majrur).

و في اختيار لا يجئ المنفصل # إذا تأتى أن يجئ المتصل

Konteks cinta: ketika seorang perempuan dalam keadaan untuk memilih pasangan (ikhtiyar), dia akan cenderung kepada laki-laki yang dekat di mata dan hati (muttashil), yang selalu usaha kontak denganya. (jadi, apakah siap untuk menjadi dhamir muttashil atau mau tetap bersikap dhamir munfashil?)

معرف من بعد اشارة بأل # أعرب نعتا أوبيانا أو بدل

Konteks pendidikan: santri yang mengaji pada seorang kyai mempunyai 3 tahap, pertama hanya mengikuti (tabi’ – na’t) apa yang disampaikan oleh kyai. Kemudian jadi bayan, menjelaskan kepada orang lain apa yang telah dia ngaji bersama kyai, lalu jadi badal, pengganti posis jika kyai tindakan. 

Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar