Rabu, 10 Desember 2014

Filosofi Alfiyyah I "Ada Apa Dengan Hati?"

“Ada apa dengan hati?“
Menurut Syeikh Ibn Malik [1]

Salah satu yang membedakan antara manusia dengan hewan adalah akal. Para ulama’ berbeda pendapat mengenai pengertian akal disini, ada yang menyebut akal sebagai otak, ada yang menyebut akal sebagai kemampuan berfikir, tapi ada juga yang menyebut akal disini adalah hati, karena keimanan terletak di hati bukan di otak. Tanpa terjebak pada perdebatan tersebut, kita pasti sepakat bahwa kedua organ tersebut sangat berperan dalam kita mendekatkan diri kepada-NYA. Hati untuk merasakan keberadaa-NYA, otak untuk memahami ayat-ayat-NYA. Otak tanpa hati akan membuat kita buta, hati tanpa otak akan menjadikan kita pincang. Syeikh Ibn malik menjelaskan sedikt tentang hati pada sebuah bait :

وَ كُلُّ مُضْمَرٍ لَهُ اْلبِنَى يَجِبْ * وَلَفْظُ مَا جُرَّ كَلَفْظِ مَا نُصِبْ

Hati itu haruslah mabnie<teguh, tegar>, apapun yang terjadi jangan sampai hatimu goyah, semua itu hanyalah godaan. Ketika kita senang, sedih, gundah, gelisah, dan penuh kebimbangan kita harus menjaga hati untuk tetap pada jalan-NYA.

لِلرَّفْعِ وَ النَّصْبِ وَ جَرِّ نَا صَلَحْ # كَاعْرِفْ بِنَا فَإِنَّناَ نِلْنَا اْلمِنَحْ

Bagaimanapun kondisi hati, akan sangat berpengaruh pada kondisi iman kita. Ketika hati kita merasa bahagia dan mensyukuri semua nikmat yang telah DIA berikan, ibadah juga meningkat. pada kondisi tersebut keimanan kita naik<رفع>. Kadang hati kita biasa-biasa saja, bahagia iya, sedih juga iya, bersyukur iya, mengeluh juga iya, ketika kondisi demikian keimanan kita sedang stagnant<نصب>. Tapi terkadang hati kita sangat lemah, bahkan kita merasa kalau DIA tidak sayang lagi pada kita, apa yang telah kita rencanakan hancur berantakan, apa yang kita impikan hilang di tengah jalan,saat-saat demikian kita sangat malas untuk beribadah, bahkan kita lalui kehidupan dengan hampa dan terpaksa. Ketika itulah iman kita sedang turun<جرّ>.

Dengan mengetahui kondisi hati, kita akan dapat segera menyikapi setiap kondisi dan permasalahan yang kita hadapi. Ketika iman kita naik, berarti kita harus selalu menjaganya. Ketika iman kita stagnant, berarti kita harus segera meningkatkanya. Ketika iman kita turun, berarti kita harus segera mencari solusinya. dengan demikian, Insyaallah kita termasuk hamba-NYA yang beruntung dan mendapatkan anugrah-NYA<منح>.


[1] Abi Abdillah Muhammad Jamaluddin Bin Malik Al Andalusiy, Pengarang Kitab Nahwu Alfiah Ibn Malik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar