“Ada
apa dengan hati?“
Menurut
Syeikh Ibn Malik [1]
Salah
satu yang membedakan antara manusia dengan hewan adalah akal. Para ulama’
berbeda pendapat mengenai pengertian akal disini, ada yang menyebut akal
sebagai otak, ada yang menyebut akal sebagai kemampuan berfikir, tapi ada juga
yang menyebut akal disini adalah hati, karena keimanan terletak di hati bukan
di otak. Tanpa terjebak pada perdebatan tersebut, kita pasti sepakat bahwa
kedua organ tersebut sangat berperan dalam kita mendekatkan diri kepada-NYA.
Hati untuk merasakan keberadaa-NYA, otak untuk memahami ayat-ayat-NYA. Otak tanpa
hati akan membuat kita buta, hati tanpa otak akan menjadikan kita pincang.
Syeikh Ibn malik menjelaskan sedikt tentang hati pada sebuah bait :
وَ كُلُّ مُضْمَرٍ
لَهُ اْلبِنَى يَجِبْ * وَلَفْظُ مَا جُرَّ كَلَفْظِ مَا نُصِبْ
Hati
itu haruslah mabnie<teguh, tegar>, apapun yang terjadi jangan sampai
hatimu goyah, semua itu hanyalah godaan. Ketika kita senang, sedih, gundah,
gelisah, dan penuh kebimbangan kita harus menjaga hati untuk tetap pada
jalan-NYA.
لِلرَّفْعِ وَ النَّصْبِ
وَ جَرِّ نَا صَلَحْ # كَاعْرِفْ بِنَا فَإِنَّناَ نِلْنَا اْلمِنَحْ
Bagaimanapun
kondisi hati, akan sangat berpengaruh pada kondisi iman kita. Ketika hati kita
merasa bahagia dan mensyukuri semua nikmat yang telah DIA berikan, ibadah juga meningkat.
pada kondisi tersebut keimanan kita naik<رفع>. Kadang hati kita biasa-biasa saja,
bahagia iya, sedih juga iya, bersyukur iya, mengeluh juga iya, ketika kondisi
demikian keimanan kita sedang stagnant<نصب>. Tapi terkadang hati kita sangat lemah, bahkan
kita merasa kalau DIA tidak sayang lagi pada kita, apa yang telah kita
rencanakan hancur berantakan, apa yang kita impikan hilang di tengah
jalan,saat-saat demikian kita sangat malas untuk beribadah, bahkan kita lalui
kehidupan dengan hampa dan terpaksa. Ketika itulah iman kita sedang turun<جرّ>.
Dengan
mengetahui kondisi hati, kita akan dapat segera menyikapi setiap kondisi dan
permasalahan yang kita hadapi. Ketika iman kita naik, berarti kita harus selalu
menjaganya. Ketika iman kita stagnant, berarti kita harus segera
meningkatkanya. Ketika iman kita turun, berarti kita harus segera mencari
solusinya. dengan demikian, Insyaallah kita termasuk hamba-NYA yang beruntung
dan mendapatkan anugrah-NYA<منح>.
[1]
Abi Abdillah Muhammad Jamaluddin Bin Malik Al Andalusiy, Pengarang Kitab Nahwu
Alfiah Ibn Malik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar