Senin, 02 November 2015

Cerita di Awal November 2015


“Menangislah, lalu Bangkitlah.”
– Akagami no Shanks, tokoh fiktif

Malam ini jadwal dirasah Ma’had ‘Ali Wahid Hasyim Semester 1 adalah Tarikh Tasyri` (sejarah awal pembentukan hukum Islam). Hingga pertemuan ke-5, aku masih belum punya kitab pedoman dirasah tersebut, meskipun sudah berkali-kali pengampu dirasah menganjurkan setengah mewajibkan atau bisa disebut dengan istilah sunnah muakkad untuk mememilikinya (terserah dengan cara apa saja, entah itu pinjam, beli, nebeng atau sejenisnya). Akhirnya aku mangkat dengan modal nekat karena belum dapat memlikinya untuk pertemuan kali ini.

Sesampai ruang pertemuan, entah pantas disebut diskriminasi atau sebuah kewajiban, para bidadari-bidadari putri yang cantik-cantik, yang pintar-pintar, yang cerdas-cerdas, yang sedari awal pertemuan memiliki kitab Tarikh Tasyri` hanya diminta membaca kitab kuning yang gundul tersebut per-kalimat, sedang diriku yang bila dilihat dari tampilan tergolong lusuh dan sedari awal pertemuan sama sekali tak pernah bersentuhan dengan kitab tersebut diminta untuk membaca per-paragraf. Hasilnya pun jelas, aku terlihat amat pekok dengan segudang malu yang tampak di raut wajahku.

Ini menandakan bahwa selama ini aku hanya bisa tidur dan tak mau diatur. Pertanda bahwa belajarku kurang mempeng, waktuku terbuang sia-sia, hidupku terus berlalu tanpa mengenal sarat makna. Seketika itu juga aku ingin meniru jurus Hell Memmories-nya Sanji si Kaki Hitam (tokoh fiktif dalam anime One Piece), agar kenangan-kenangan buruk yang ada di benakku ikut terbakar bersama kaki membara yang menempel di tubuh-tubuh lawan yang ada di depan mata.

Tuhan tak pernah memberikan suatu keadaan tanpa tujuan, tanpa kebijaksanaan dan pelajaran. Dari pengalaman baik ataupun buruk, akan selalu ada pelajaran berharga. Ketika seseorang berhasil mengambil pelajaran tersebut, maka dia akan menjadi lebih bijak. Kalau dia laki-laki maka akan menjadi laki-laki sejati, dan kalau dia perempuan akan jadi perempuan yang kuat atau bahasa kerennya wonder woman.

Pertemuan ini menjadi ajang koreksi diri bagiku. Aku pun tersadar bahwa di setiap harinya, di setiap waktunya, di setiap detiknya, di setiap helaan nafas panjang atau pendeknya, makhluk bernama manusia senantiasa menghadapi pelbagai persoalan hidup yang tiada habisnya. Terkadang manusia merasakan kebahagiaan dengan apa yang diperolehnya, tetapi tidak jarang terdapat kesedihan dan kekecewaan dari apa yang mereka alami karena tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Terkadang berada di atas, terkadang berada di bawah. Terkadang kehidupan terasa menyenangkan, terkadang kehidupan terasa membawa beban dan permasalahan berat yang harus diselesaikan. Terkadang manusia hanya bisa pasrah saat kenyataan berbeda dengan harapan, saat keyakinan hilang dalam kepahitan. Semua datang silih berganti, seiring pergantian matahari pada siang dan bulan pada malam yang setia menemani.

Begitulah pergantian peristiwa yang terus terjadi dalam kehidupan manusia. Hidup membawa manusia pada pelbagai persoalan yang silih berganti, dan itu akan selalu terjadi sepanjang hidup manusia. Karena itulah, cara manusia menyikapi setiap peristiwa sangat menentukan bagaimana hasil dan perasaan terhadapnya. Karena pada dasarnya, peristiwa yang terjadi di sekeliling manusia bersifat netral. Manusialah yang memaknai peristiwa itu dalam lubuk hati mereka.

Saat sesuatu terjadi, seseorang bisa merasakannya sebagai kesedihan, kegembiraan, ketakutan, atau perasaan lainnya, semua tergantung bagaimana cara merasakannya. Seseorang merasa sedih, senang, gembira dan lain sebagainya bukan karena faktor di luar kehidupannya, tetapi itu semua timbul dari dalam dirinya sendiri. Sangat tergantung pada bagaimana cara memandang berbagai peristiwa tersebut.

Aku pun memaknai pertemuan malam ini sebagai pengingat bagi kelalaianku akan waktu. Namun aku menolak untuk menerimanya secara berlebihan, melainkan dengan santai. Karena santai itu adalah ketika seseorang merasa tidak bermasalah dengan apa pun dalam sebuah lingkaran bernama kehidupan, walau sebenarnya manusia tidak akan pernah lepas dari masalah, tidak akan pernah bisa keluar dari lingkaran kehidupan.

Setiap manusia tentu punya batas usia, dan kita tidak akan pernah tahu kapan batas usia kita. Sebagaimana yang pernah kurasakan, dua teman baik di kelasku sudah tiada, karena memang kita akan kembali kepada ketiadaan. Namun, jangan pernah berpaling! Berpaling hanya akan membuat luka lama bersemi kembali. Bukan hanya cinta yang dapat bersemi kembali, luka pun demikian. Tapi jangan pula dilupakan, jadikan itu sebagai acuan untuk ke depan.

Di akhir pertemuan, pengampu memintaku untuk tetap hadir di pertemuan yang akan datang, atau memintaku untuk tidak kapok saat dirasah-nya. “Baca lebih banyak tak apa ya Mas, namanya juga latihan. Biar tambah lancar, walaupun bacaan kamu tadi sudah lancar.”

Lho, gimana to? []

Wahid Hasyim, 02 November 2015





Tidak ada komentar:

Posting Komentar